Kerabat Ardi Lawet, mimpinya menjadi atlit sepak bola
memang kandas. Namun kini dia menjadi salah satu ujung tombak Indonesia dalam
cabang olahraga bumerang. “Bumerang itu
sebagai senjata ya dulunya di suku Aborigin. Tapi sebenernya sudah ada beberapa
ribu tahun lalu di Mesir. Tapi pada akhirnya dibuat sebagai olahraga sama
orang-orang luar negeri sana”, kata pemuda atletis ini ketika menyambangi
studio Ardi Lawet FM.
Sigit, pemuda asli Purbalingga kelahiran tahun
1986 ini kini memilih melanglang meninggalkan tanah kelahirannya. Mencari
banyak hal terkait bumerang. “Awalnya sih
penasaran aja ngeliat film Micky Mouse gitu. Apa bener bumerang bisa balik lagi
? Di Youtube saya lihat, wah ternyata bener bisa balik. Akhirnya saya pesen.
Saya main,.. nggak bisa. Waktu (searching info) itu saya sedang ada (kerjaan)
di Makassar, pesen bumerangnya dari orang Semarang. Tapi pertama main di
Menado. Lama-lama bisa, kemudian menggeluti. Dan (kebetulan) pada 2011 kemudian
terbentuk Asosiasi Bumerang Indonesia (ABI)”, terangnya.
Jenis olahraga ekstrim ini memang masih terdengar
asing disini. Begitupun nama Sigit Pamungkas. Namun ia justru pernah ditawari
membela Australia guna mewakili negeri Kanguru tersebut dalam kompetisi
bumerang internasional yang dihelat 2 tahun sekali. Ini bermula dari menjadi
Best Beginner pada kompetisi nasional 2011 dan Best Performer pada 2013 dan
2014. “Mungkin hari yang bersejarah ya
buat saya karena dapet rekomendasi dari juara dunia, Mr. Roger Perry untuk ikut
kejuaran dunia. Mewakili Australia, (jadi) bukan dari (tim) Indonesia. Sayang,
visa-nya ditolak. Padahal persiapan sudah matang”, kenangnya
Tak hanya teknik bermain tapi Alumni SD Pius, SMP
1, SMA 1 dan Fisip Unsoed inipun mendesign dan produce bumerang. “Kalau design
sih masih belajar ya. Berawal dari saat masih di Bandung. Iseng-iseng bikin,
daripada beli terus. Beli mahal lho, dulu saya beli satunya seratus ribu.
Pertama bikin ya tidak rapi karena susah dan harus sesuai dengan ilmu aeronimaika”,
ujarnya sembari menunjukkan beberapa koleksi bumerang yang dibawanya. Produk
hand made itu ia edarkan di seluruh Indonesia bahkan Australia dengan brand GJ-Rangs.
“Saya jual juga lewat blog pribadi di http://bumerang666.blogspot.com. Kalau saya jual
di Inonesia paling mahal Rp. 100.000,-. Tapi kalau sudah di Australia bisa jadi
Rp. 300.000,-“ ungkapnya. Baginya
bumerang adalah kombinasi sport, adrenalin & art “Bukan olahraga saja, tapi uniknya dari art. Unik seperti lukisan. Mau
bentuk apapun selama ada sudit dan air foil benar pasti bisa kembali”,ujarnya
sembari menerangkan sudut-sudut khusus dalam design bumerang.
Ditengah padatnya aktivitas sebagai karyawan
swasta, Sigit bersama Asosiasi Bumerang Indonesia kini tengah memperjuangkan
agar cabor ini segera diresmikan KONI. “Selama
ini kami sudah sering diundnag acaranya KONI, namun untuk menjadi cabor resmi
di Indonesia dibawah KONI masih terus kami perjuangkan”, katanya.
Lalu bagaimana perkembangannya di daerah ? “Setahun lalu saya iseng-iseng main di Alun-alun
Purwokerto. Ternyata banyak yang berminat hingga kemudian terbentuk Bumerang
Sport Purwoketo. Kalau di Purbalingga sendiri belum bisa yah. Memang sudah
mencoba main-main di Alun-alun, sepertinya banyak yang penasaran, tapi karena
di Alun-alun kita terlalu banyak tiang jadi susah. Karena untuk standar
kompetisi minimal di outdoor kita perlu ukuran 30 x 30 meter. Kalau main-main
di indoor saja sih cukup 20 meter”, katanya.
Olahraga ini memang baru dikenal luas di
Indonesia pada 2011, namun harapannya adalah lewat bumerang ia bisa membawa
nama harum Indonesia di kompetisi internasional 2016 di Jerman. “Alhamdulillah dapat rekomendasi lagi, semoga
sih dapat sponsor untuk saya berangkat kesana. Karena ini langkah baru bagi
Indonesia di tingkat Internasional”, harapnya. Dan keberangkatannya nanti,
tentu saja untuk mewakili tim Indonesia yang untuk pertama kali akan ikut
serta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar